ASLABNEWSSUMUT

Oknum Kasi Pabean BC T.Nibung Arogan, GM PT Pelindo Marah Besar

Kamis, 09 Maret 2023, 17:36 WIB
Last Updated 2023-03-09T10:36:21Z

Seorang penumpang dengan tas sandang melintas di depan mesin pemindai barang-barang (x-ray) milik Bea dan Cukai Teluknibung yang rusak di terminal penumpang Pelabuhan Teluknibung. 


TANJUNGBALAI-BERITAGAMBAR : 

Oknum petugas Bea dan Cukai Teluknibung dinilai bersikap arogan, ganas, dan tidak beretika saat melayani penumpang di Terminal Penumpang Pelabuhan Teluknibung, Kota Tanjungbalai, Selasa (7/3).


Hal itu disaksikan dan dialami langsung General Manager PT Pelindo Cabang Tanjungbalai Asahan, Sprita Tiurdina saat meninjau pemeriksaan barang penumpang yang baru saja tiba dari Malaysia oleh petugas Bea dan Cukai. Dalam kesempatan itu, turut hadir Kakan Bea dan Cukai Teluknibung, Tutut Basuki.



Sprita menjelaskan, arogansi itu berawal dari kegiatan coffee morning bersama instansi pemangku kepentingan Pelabuhan Teluknibung di Kantor Imigrasi Kelas II Tanjungbalai Asahan Selasa pagi. Di sana, banyak keluhan atas kinerja petugas Bea dan Cukai yang dinilai tidak mendukung beroperasinya Pelabuhan Teluknibung.


Saat rapat tersebut, Kepala Kantor Bea dan Cukai Teluknibung, Tutut Basuki menyanggah dan memberikan penjelasan bahwa anggotanya sudah bekerja dengan baik sesuai regulasi. Para petugas juga katanya telah melayani dengan humanis.


Namun untuk membuktikannnya, Selasa sore, GM PT Pelindo, Kakan Bea Cukai, Kakanim Kelas II TBA, Wawan Anjaryono, dan pihak PT Pelayaran Nasional Malindo Bahari, Abdul Hakim Sitorus turun dan melihat langsung fakta di lapangan. Di sana, Sprita melihat seorang penumpang pria yang umurnya sekitar 45 tahun baru pulang dari Malaysia membawa sejumlah barang termasuk kemasan karung.


Penumpang tersebut lalu digiring ke Kantor Bea dan Cukai dengan alasan akan dihitung bea masuk barang-barang tersebut. Sebelum dibawa, Sprita sempat bertanya kepada penumpang apakah sudah tahu dengan aturan yang dibuat oleh BC.


Penumpang menjawab dengan polos tidak mengetahui sama sekali sehingga kebingungan mengapa barang yang terdiri dari bermacam jenis dalam karung itu dibawa ke Kantor BC. Seorang wanita berseragam BC dengan spontan dan nada meninggi datang dan mengatakan kepada penumpang pria itu bahwa setiap orang seharusnya sudah tahu aturan di pelabuhan tanpa terkecuali.


Sprita pun kaget dengan sikap dan respon pegawai wanita melayani penumpang dengan kurang beretika. Belum hilang keterkejutannya, oknum Kasi Pabean inisial J dengan suara keras pula mengatakan kepada Sprita bahwa penumpang harus tahu aturan di pelabuhan dengan menunjukkan secarik kertas bertuliskan customs declaration.


Sprita sendiri tidak begitu familiar dengan kertas bertuliskan sejumlah kalimat pengenaan bea masuk yang butuh diceklis. Oknum tersebut dinilai sangat tidak sopan dan beretika karena berbicara lantang dan dengan gaya melipat tangan di dada, terkesan sekali tidak menghormati orang lain.


Oknum J dengan tetap bergaya tidak sopan kembali menegaskan setiap penumpang masuk harus sudah mengetahui aturan kepabeanan yang ada di pelabuhan. Sprita lalu bertanya lagi kepada penumpang apakah sudah mengetahui itu, lalu dijawab tidak tahu.


Sprita lalu mempertanyakan kepada J seperti apa edukasi dan sosialisasi yang telah diperbuat, sehingga fakta di lapangan, masyarakat tidak tahu aturan itu. Lalu dijawab dengan memberikan informasi melalui video di kapal. Namun ternyata hal itu tidak berpengaruh karena kenyataannya penumpang tetap tidak mengetahui.


“Waah luar biasa sekali gaya petugas itu, tidak ada sopan santunnya, tidak terlihat seperti pelayan publik, saya sebagai wanita saja diperlakukan seperti ini, apalagi penumpang yang lewat,” ucap Sprita.


Sprita langsung marah besar dengan sikap oknum Kasi Pabean BC Teluknibung tersebut yang tidak mencerminkan perilaku ASN yang baik dan melayani. Sprita lalu meminta kepada pihak kepolisian untuk tidak memperbolehkan lagi petugas yang tidak beretika masuk pelabuhan khususnya oknum Kasi Pabean inisial J.


Sesaat setelah kejadian itu, Kakan BC Teluknibung, Tutut Basuki langsung menghampiri Sprita dan meminta maaf atas sikap anggotanya. Sprita mengaku telah memaafkan namun dengan catatan, oknum tersebut tidak boleh lagi masuk ke terminal penumpang.


Selain etika sopan santun, Sprita juga menyoroti kerusakan mesin pemindai (x-ray) yang menyebabkan bertumpuknya barang dan penumpang di satu titik. Akibatnya, pemeriksaan harus dilakukan secara manual, membuka satu persatu sehingga memakan waktu lama dan meninggalkan bekas kerusakan pada koper.


Lain lagi dengan masalah pembatasan barang bawaan penumpang, banyak masyarakat masih bingung dan tidak tahu nilai dan jumlah batasan itu. Sebab, membawa susu Milo dua bungkus dengan timbangan 1 kilogram, wajib dihitung bea masuknya.


“Pengenaan bea masuk barang-barang, mana yang boleh masuk dan tidak, lalu berapa jumlah batasan yang diperbolehkan sampai saat ini tidak jelas, sehingga masyarakat bingung dan mengeluh,” ucap Sprita.


Sprita bertanya mengapa Milo yang saat ini menjadi oleh-oleh dominan yang disukai masyarakat Kota Tanjungbalai, dengan timbangan satu sampai dua harus membayar bea masuk. Katanya wajar saja sebagai buah tangan dari negeri seberang membawa oleh-oleh tersebut.


“Saya dengar Milo dua bungkus juga ditindak, di mana hati dan perasaan para petugas itu. Inilah yang menyebabkan penumpang tidak mau lagi lewat Pelabuhan Teluknibung, mereka akan memilih jalur lain,” tutur Sprita.


Hal itu terbukti adanya masyarakat yang secara geografis lebih dekat dengan Tanjungbalai, malah memilih lewat Dumai yang jaraknya lebih jauh untuk berlayar ke Malaysia. Hal itu tak lain dan tak bukan karena pelayanan dari petugas di pelabuhan Dumai baik Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, KSOP, dan lainnya sangatlah baik.


“Bila seperti ini terus, tidak akan ada penumpang yang mau lewat dari sini, sementara mereka adalah aset emas paling berharga bagi Pelindo, kami sebagai BUMN bergantung sekali dengan jumlah penumpang, beda dengan Bea Cukai yang tetap mendapat gaji, meski pelabuhan tak beroperasi,” tegas Sprita.


Saat Covid 19 melanda ucap Sprita, Pelindo Tanjungbalai terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja dengan sembilan karyawan karena tidak ada uang untuk menggaji akibat pelabuhan tidak beroperasi. Sprita tidak ingin pihak pelayaran kembali mengalihkan kapalnya ke tempat lain akibat tidak adanya penumpang.


Dalam istilahnya kata Sprita, petugas di pelabuhan itu tidak boleh mencengkeram penumpang, tetapi harus dengan tangan di bawah, sehingga mereka bisa berkembang dan tumbuh. Jika mereka dicengkram, maka yang ada mereka akan terjepit dan lama-kelamaan akan mati.


Dalam kesempatan itu, Sprita meminta kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai Teluknibung untuk mengupskilling dan mengupgrade kembali etika dan sopan santun pelayanan seluruh pegawainya agar bisa bekerja dengan baik melayani masyarakat. Dan kepada oknum Kasi Pabean inisial J, Sprita tetap dengan tegas tidak akan memperbolehkan masuk ke area pelabuhan penumpang bila tidak kunjung merubah sikapnya arogansi dan keganasannya.


Sprita juga meminta peran dari Wali Kota Tanjungbalai, Waris Tholib untuk turut serta membantu agar Pelabuhan Teluknibung terus tumbuh dan berkembang. Meningkatnya jumlah penumpang di sana ujar Sprita, tentu berdampak positif pada perputaran roda perekonomian masyarakat Kota Tanjungbalai.


Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluknibung, Tutut Basuki dikonfirmasi melalui Plt Kasi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, S Rushian meminta maaf bila terdapat kesalahan yang dilakukan petugas di lapangan. Namun S Rushian menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai telah mengikuti standar dan aturan yang ada.


Rushian menegaskan tidak pernah melihat arogansi yang dilakukan petugas di terminal penumpang. Bila mengetahui adanya hal itu, tentu telah diberikan tindakan tegas dari seksi kepatuhan.


Terkait barang-barang yang dikenakan bea masuk, semuanya telah mengikuti peraturan dan perundang-undangan. Penumpang paparnya, hanya dibolehkan membawa barang tentengan senilai 500 US Dollar namun tetap mempertimbangkan jumlah kewajaran.


“Memang diperbolehkan membawa sampai 500 US Dollar, tapi kami tetap menilai dari sisi kewajaran. Seorang penumpang tidak wajar membawa 30 bungkus Milo untuk konsumsi sendiri, sehingga dapat diasumsikan sebagai bisnis,” ujar Rushian.


Sementara, mengenai alat pemindai barang yang rusak, pihaknya telah mengajukan ke pusat untuk melakukan perbaikan. Namun terkendala pada suku cadang yang harus dipesan kepada pabrik, sehingga pihaknya hanya bisa melakukan pemeriksaan secara manual.


Meski hal itu membutuhkan waktu dan jumlah petugas yang lebih banyak, Rushian menegaskan mereka tetap bekerja dengan maksimal memeriksa seluruh barang penumpang tanpa terkecuali. Sementara, untuk pelarangan oknum Kasi Pabean inisial J, Rushian menjelaskan dirinya tidak berkompeten menjawab hal itu. (BG/TBA)


TRENDINGMore