NEWSPERISTIWASAMOSIRSUMUT

Serikat Tani Minta Pemkab Samosir Perhatikan Nasib Petani

Jumat, 24 September 2021, 20:48 WIB
Last Updated 2021-09-24T19:58:42Z

 

Dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional, Petani yang tergabung dalam STKS, menyampaikan keluhannya dan harapan kepada Pemkab Samosir, supaya nasib petani lebih diperhatikan.

SAMOSIR-BERITAGAMBAR :

Puluhan masyarakat Petani Samosir keluhkan tingginya biaya pendidikan di masa pandemi Covid-19, sementara pupuk bersubsidi langka, bantuan Alat-alat mesin pertanian dan benih bantuan kepada petani terkesan tidak tepat sasaran.


Hal ini disampaikan Para petani Samosir yang bergabung dalam Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) saat berdiskusi bersama dengan Awak Media dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional (HTN) ke-61 di Pangururan, Jumat (24/9).


Dalam diskusi itu terungkap kesulitan yang didapat para petani berupa kelangkaan pupuk dan teknologi pertanian, mahalnya biaya pendidikan di masa pandemi Covid-19 dimana masyarakat harus mengeluarkan biaya pulsa internet dan membeli Android. Selain itu juga penyaluran bantuan alat-alat mesin pertanian, bantuan bibit unggul, pupuk bersubsidi serta irigasi terkesan tidak tepat sasaran," ujar Ketua STKS Esbon Siringoringo.


Dibidang pertanahan, Petani Samosir masih mengalami berbagai persoalan yang menyangkut kelanjutan hidupnya, di antaranya adalah persoalan hak atas tanah dan pemenuhan hak ekosob sipol para petani sebagai masyarakat adat.


Persoalan Hak atas tanah khususnya Komunitas Bius Sitolu Hae Horbo Sijambur masih dibatasi terbatasnya akses masyarakat untuk mengelola tanah adat nya yang di klaim oleh negara sebagai Kawasan Hutan Negara di bawah otoritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


Para petani berharap Peringatan HTN ini membawa semangat perubahan nasib kaum tani dengan penyediaan tanah bagi petani. 



"Kami akan tetap bertekad untuk berjuang dan meningkatkan peran petani di semua bidang secara teroganisir dalam Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), yang merupakan kelanjutan dari Organisasi Forum Petani Samosir Sekitarnya (Fortase) yang didirikan pada 18 April 2005 di tengah-tengah semangat perubahan yang bercita-cita untuk mewujudkan Petani Mandiri, Sejahtera dan Berdaulat," ujar Ketua STKS Samosir, Esbon Siringoringo.


"Kami juga berharap agar para petani yang menjadi profesi terbanyak yaitu sekitar 80 persen di Samosir mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan kami,"' tambahnya.



Perwakilan Komunitas Masyarakat Adat (Golat ) Simbolon, Jonter Simbolon mengatakan, pembatasan akses kepemilikan dan kelola lahan pertanian di wilayah adat oleh negara membuat masyarakat adat di Samosir khususnya Masyarakat Adat (Bius) Sitolu Hae Horbo Sijambur kerap dikriminalisasi oleh pihak berwajib seperti polisi kehutanan pada tahun 2020 yang lalu.


 "Pemkab Samosir diminta segera mensahkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Samosir," ujar Jonter Simbolon.



Sementara itu, organisasi non pemerintah pendamping Petani Samosir, KSPPM Angel Manihuruk.menyatakan upaya masyarakat adat mengelola lahan dan merawat hutan melahirkan banyak tuduhan sebagai “perambah hutan” kepada masyarakat adat. 


"Terakhir tuduhan ini diberikan kepada Komunitas Golat Sitanggang pada 27 Agustus 2021 lalu," ujar Angel. Terkait upaya-upaya Penyelesaian konflik Agraria di Kabupaten Samosir yang menyangkut masyarakat adat perlu ditindaklanjuti dan dilakukan dengan serius dan segera," harap Angel.



Hadir dalam kegiatan tersebut Angel Manihuruk dari KSPPM, Zefri Siboro, Jonter Simbolon, Tiurina Simbolon, Kaslem Situmorang, Paler Sitanggang, Nurita Simbolon, Narisa Simanjuntak dari STKS dan Pdt Samuel Sihombing dari Puro Coffe and Resto.(BG/TS)




TRENDINGMore