![]() |
Mantan Wakil Ketua DPRD Samosir dan Anggota DPRD Sumut, Oloan Simbolon. |
SAMOSIR-BERITAGAMBAR :
Langkah Bupati Samosir, Vandiko Timotius Gultom yang mengangkat Sekretaris Daerah (Sekda) Marudut Tua Sitinjak merangkap sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Inspektorat menuai sorotan tajam dan dinilai ada konflik kepentingan di balik keputusan itu.
“Ini kebijakan Bupati Samosir yang perlu dievaluasi,” sebut mantan Wakil Ketua DPRD Samosir, Oloan Simbolon, Rabu (17/9/2025) di Pangururan.
Mantan Ketua Komisi A DPRD Sumatera Utara ini menilai, kebijakan Bupati Vandiko Timotius Gultom dalam hal itu, merupakan pelanggaran aturan. “Bahkan menciptakan konflik interest,” tegasnya.
Oloan Simbolon yang lama berkecimpung di komisi membidangi pemerintahan di legislatif menegaskan, rangkap jabatan Sekda dan Plt Kepala Inspektorat merupakan tindakan tidak bisa ditolerir.
“Sekda sebagai jabatan strategis, sehingga ketika merangkap sebagai Plt Inspektur daerah bertugas melakukan pengawas internal, independensi Inspektorat daerah otomatis hilang atas kepentingan pribadi,” ujarnya.
Dijelaskannya, rangkap jabatan Sekda Samosir perlu disikapi Bupati Samosir dengan serius.
Sekda, kata Oloan, sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), sementara Inspektorat mengawasi penggunaan anggaran.
“Bagaimana mungkin yang mengatur anggaran sekaligus mengawasi dirinya sendiri, itu logika yang keliru dan melanggar hukum,” sebutnya.
Menurutnya, Sekda Marudut Tua Sitinjak juga sangat minim prestasi. Peringkat Kabupaten Samosir dalam kategori rentan pencegahan korupsi, menduduki nomor urut 32 dari 34 kabupaten/kota di Sumut.
“Kabupaten Samosir berada di peringkat buncit di Sumatera Utara untuk penilaian dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program KORSPGAH (Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi) sebagai bukti penerapan good governance,” imbuhnya.
Ia membeberkan regulasi yang dilanggar dalam rangkap jabatan Sekda ini, di antaranya bertentangan dengan Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terkait perlunya independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
“Ketika Sekda merangkap Plt Kepala Inspektorat, independensi APIP langsung gugur, ini menyalahi PP 60/2008,” pungkasnya.
Ia menambahkan, kondisi itu melanggar Permendagri Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang menempatkan Inspektorat berada langsung di bawah Bupati, bukan di bawah kendali Sekda.
“Permendagri jelas mengatakan Inspektorat harus langsung ke Bupati. Kalau dipimpin Sekda, otomatis garis koordinasi rusak. Itu bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi kesalahan mendasar,” kata dia.
Menurutnya, rangkap jabatan tersebut juga menyalahi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang melarang pejabat ASN merangkap jabatan yang menimbulkan benturan kepentingan.
“UU ASN dan UU Pemda jelas mengatur, tidak boleh ada rangkap jabatan yang menimbulkan conflict of interest,” ujarnya lagi.
Dia juga mengutip Permendagri 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menegaskan peran Sekda sebagai Ketua TAPD. Menurutnya, hal ini membuat posisi Sekda semakin tidak pantas merangkap jabatan pengawas internal.
Maka Sekda yang memimpin TAPD, mengatur alur anggaran, jika rangkap jabatan menjadi Plt Kepala Inspektorat berarti mengawasi dirinya sendiri. “Itu jelas abuse of power,” sebut Oloan.
Penunjukan Sekda sebagai Plt Kepala Inspektorat oleh Bupati Samosir, menurutnya, dimungkinkan secara administratif berdasarkan PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. “Tetapi sifatnya sementara atau maksimal 6 bulan dan hanya untuk mengisi kekosongan jabatan,” jelasnya.
Kemudian ia mengingatkan bahwa Surat Edaran BKN Nomor 1/SE/I/2021 menegaskan Plt tidak boleh mengambil keputusan strategis. Namun dalam praktiknya, posisi Plt Kepala Inspektorat jelas sangat strategis.
“Jangan bersembunyi di balik alasan Plt. Karena dalam konteks Inspektorat, Plt tetap memegang kendali penuh. Itu artinya keputusan strategis bisa dimanipulasi,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini sangat merusak prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan melemahkan sistem pengendalian internal daerah.
Untuk itu ia menyarankan, agar Bupati Vandiko Gultom tidak tinggal diam. “Segera buka seleksi JPT Pratama untuk Kepala Inspektorat, demi Kabupaten Samosir yang lebih baik,” sebutnya mengakhiri.(BG/MBD)