NEWSPERISTIWASUMUTUMUM

Aliansi Serikat Buruh Sumatera Utara Aksi Unjuk Rasa ke DPRDSU

Selasa, 16 Agustus 2022, 14:33 WIB
Last Updated 2022-08-16T07:33:34Z

 

Ratusan massa Aliansi Pekerja/ Serikat Buruh Sumatera Utara Aksi Unjuk Rasa ke DPRDSU.

MEDAN-BERITAGAMBAR :

Ratusan massa buruh Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sumatera Utara lakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRDSU, Senin (15/8).


Aksi unjuk rasa yang dipimpin Ketua FSPSI T.M.Yusuf dan didampingi sekjen FSPSI Rony Rahmadani menyampaikan orasi buruknya kesejahteraan buruh di Indonesia khususnya Sumatera Utara akibat regulasi yang tidak memihak pada buruh.


Dalam aksi yang diterima oleh beberapa anggota DPRDSU dari Fraksi PKS itu, ketua FSPSI T.M.Yusuf bersama sekjen FSPSI Rony Rahmadani menyampaikan orasinya sebagai berikut, bahwa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 Nopember 2021 yang dalam salah satu amar putusannya menyatakan bahwa UU No. 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional bersyarat dan melarang pemerintah untuk menerbitkan aturan yang bersifat strategis dan meluas. Namun pemerintah tetap bersikeras untuk menerapkan aturan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut seperti PP No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.


Bukannya membatalkan UU No. 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat malah bersepakat untuk merubah undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) menjadi UU No. 13 Tahun 2022. Melalui UU PPP ini, dimungkinkan pembuatan UU menggunakan metode Omnibus Law sehingga UU Cipta Kerja akan di revisi ulang oleh pemerintah dan DPR.


Komitmen Pemerintah untuk mensejahterakan pekerja/buruh dan keluarganya masih jauh dari apa yang diharapkan oleh kaum pekerja/buruh. Pemerintah Justru mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang semakin memperberat beban ekonomi kaum pekerja/buruh melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan yang sangat merugikan pekerja/buruh. Bahkan penggunaan PP No. 36 Tahun 2021 tanpa melakukan survey harga kebutuhan hidup layak dan penentuan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi ditentukan oleh Pemerintah Pusat, sehingga Peraturan Pemerintah tersebut mereduksi hak Dewan Pengupahan dan Gubernur dalam melakukan penetapan upah.


Masih dalam Pandemi Covid-19, Pemerintah justru membiarkan kaum pekerja/buruh yang dalam posisi lemah dan terjepit oleh himpitan ekonomi bertarung untuk menentukan kesejahteraannya sendiri. Disamping itu, Pemerintah melalui PP No. 36 tahun 2021 akan menghilangkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). Sektor usaha unggulan yang telah didengungkan pemerintah menjadi tidak ada esensinya dengan hilangnya Upah sektoral. Penghapusan Jenis Usaha Sektoral yang telah ditetapkan selama ini kembali akan memakan korban, dan korban itu adalah jutaan kaum pekerja/buruh yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan di Indonesia.


Sampai saat ini sangat banyak kasus pelanggaran hak-hak normatif yang dilakukan perusahaan tanpa penyelesaian yang jelas. Hal ini terus terjadi akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan. Pelanggaran hak-hak normatif juga terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Padahal selama pandemi Covid-19, sektor perkebunan kelapa sawit salah satu sektor yang sedikit terkena dampak, bahkan tetap berkontribusi menghasilkan devisa negara terbesar di Indonesia. Sudah selayaknya buruh di perkebunan kelapa sawit mendapatkan perlindungan yang lebih baik.


Berangkat dari Kondisi diatas, maka kami Kaum pekerja/buruh yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sumatera Utara yang terdiri dari F-SERBUNDO, SPN Sumut, SBBI, DPD KSPSI-AGN SUMUT, FSB LOMENIK, SBMI Merdeka, SERBUNAS, KSBI 92, PPMI Sumut, FSP NIBA SPSI SUMUT, FSP KEP SPSI SUMUT, FSP TSK SPSI SUMUT, FSP PPMI SPSI SUMUT dan FSP KPI SPSI SUMUT dengan ini menyatakan sikap :


1. Cabut Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan.


2. Cabut Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.


3. Meminta kepada pemerintah agar memberlakukan kembali Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota tahun 2022.


4. Naikkan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar 8 persen tahun 2023.


5. Cabut Izin Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja yang melanggar aturan seperti membayar upah di bawah UMK, tidak mendaftarkan buruh menjadi peserta BPJS.


6. Maksimalkan fungsi dan tugas Pengawas Ketenagakerjaan.


7. Meminta kepada Presiden dan DPR RI agar menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Buruh Perkebunan Kelapa sawit.


8. Hapus pasal – pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP ) yang mempersulit dan membatasi Hak Azasi Rakyat Indonesia dalam Menyampaikan Pendapat dimuka umum.


Dalam tanggapannya anggota DPRDSU dari fraksi PKS menyatakan semoga dengan moment hari kemerdekaan saat ini semua harapan kita semua akan tercapai, dan perubahan dapat tercapai apabila keinginan perubahan dari bawah juga didukung perubahan di level pengambil keputusan untuk itu FPKS akan menggiring pemangku keputusan untuk melakukan perubahan undang undang cipta kerja agar memihak kepada buruh.(BG/EDS)

TRENDINGMore