NEWSPERISTIWASUMUT

Massa Futasi Dan FGS Unjuk Rasa Tuntut Pengusiran PTPN III Dari P.Siantar

Senin, 28 November 2022, 16:56 WIB
Last Updated 2022-11-28T09:56:39Z
Massa Futasi dan FGS menggelar aksi unjuk rasa untuk menyampaikan berbagai tuntutan seperti menuntut pengusiran PTPN III dari Kota Pematang Siantar di halaman gedung DPRD, Jl. H. Adam Malik, Senin (28/11).



PEMATANG SIANTAR-BERITAGAMBAR : Puluhan massa Forum Usaha Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) dan Forum Gerilyawan Siantar (FGS) mengadakan aksi unjuk rasa dan menuntut pengusiran PTPN III dari Kota Pematang Siantar sesuai ketentuan.


Massa menyampaikan tuntutan dalam pernyataan sikap melalui Kordinator Dofasep Hutahaean, Ketua Futasi Tiomerlin Sitinjak dan lainnya saat berunjuk rasa di halaman gedung DPRD, Jl. H. Adam Malik, Senin (28/11).


Mereka juga membentang spanduk, poster-poster dan menempelkan selebaran di jendela gedung DPRD tentang pernyatan sikap dan tuntutan mereka.


Selain itu, massa menuntut perhatian DPRD dan dukungan masyarakat luas atas tindakan PTPN III melakukan perampasan lahan di Kec. Siantar Sitalasari, menuntut pertanggungjawaban Kapolres atas tindakan perusakan rumah dan lahan pertanian warga Kel. Gurilla dan Kel. Bah Sorma, Kec. Siantar Sitalasari, selaku lembaga yang bertugas dalam melaksanakan pengamanan okupasi (penguasaan lahan).


“Tindak tegas keberadaan TNI-Polri yang tidak berpihak pada rakyat sesuai tugas dan fungsinya, kembalikan tanah, air dan udara Indonesia pada rakyat, khusus warga Kel. Gurilla dan Bah Sorma,” teriak massa yang mayoritas kaum ibu itu di hadapan puluhan personel Polres dan Satpol PP yang melakukan pengawalan. Kapolres AKBP Fernando, Wakapolres Kompol Ismawansa, para Kabag, Kasat, Kapolsek turut hadir saat aksi unjuk rasa itu.  


Massa juga menuntut Pemko Pematang Siantar segera membentuk tim gugus tugas reforma agraria sesuai amanat Perpres No. 86 tahun 2018 tentang reforma agraria.


Berbagai tuntutan itu mereka sampaikan, karena merasa demokrasi di Indonesia semakin kehilangan arah dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat serta pembangunan ekonomi yang mengarah kepada bangunan kapitalistik dan liberal, yang mana pembangunan hanya sebatas pembangunanisasi secara ugal-ugalan, tanpa memperhatikan aspek ekologi dan kemanusiaan.


“Hal ini dapat kita lihat secara langsung keberadaannya di Pematang Siantar. Kronologisnya, masyarakat Kel. Gurilla sejak 2004 telah menguasai lahan perkebunan eks PTPN III Kebun Bangun  seluas 124 hektar (Ha) dan pihak PTPN III telah menelantarkan lahan itu sejak saat itu dan sesuai UUPA No. 5 tahun 1960 Pasal 28, hak atas HGU hapus, karena penelantaran sejak pengaktifan HGU pada 2006,” teriak massa.


Anehnya, lanjut massa, sejak lahan terkena proyek ring road dan tol Tanjung Morawa-Parapat, muncul itikad PTPN Kebun Bangun  melakukan okupasi, menggunakan Satpam dan orang-orang bayaran, bersama Pemko dengan aparat TNI-Polri dan Satpol PP mulai 18 Oktober 2022 terhadap lahan masyarakat yang telah mengusahainya selama 18 tahun.


Pihak PTPN III beralasan telah memegang perpanjangan HGU lahan Gurilla seluas 126,59 Ha sejak Januari 2005, yang sangat meragukan dan cacat hukum. “Jika memang mereka memegang HGU sejak 2005 lalu, kenapa setelah 18 tahun pihak PTPN III Kebun Bangun  melakukan okupasi dengan dalih masyarakat telah menerima sagu hati yang tidak memiliki dasar hukum.”


“Ketika Pemko Pematang Siantar tidak mampu memberikan keadilan dan taraf hidup kesejahteraan rakyat, tidak bisa menyelesaikan persoalan rakyat, sesuai amanah Pancasila, UUD 19145 dan UU No. 22 tahun 1999, kami merasa sudah selayaknya Wali Kota Susanti Dewayani, yang justru terkesan tidak peduli dan tidak mengetahui permasalahan masyarakatnya, untuk turun  ke lahan, memastikan keamanan dan kenyamanan masyarakat,” teriak massa.


Menurut massa, dasarnya, tindakan intimidasi, kriminalisasi warga di lahan pertanian mereka, seperti yang terjadi saat ini di Kel. Gurilla dan Kel Bah Sorma.


Mengenai landasan masyarakat dalam menguasai lahan itu, massa melampirkan 14 landasan berupa Peraturan Pemerintah, SK Wali Kota tahun 1988, surat BPN RI tahun 1994, surat Markas Cabang Legiun Veteran Indonesia, surat kesaksian mantan pensiunan pegawai perkebunan Simbolon, Surat Gubsu, data historis penggerapan kebun Simbolon, Bah Kapul, Martoba, Surat Mensesneg, SK Wali Kota tahun 2004.


Kemudian, surat Komnas HAM, surat BPN RI tahun 2007, surat BPN Simalungun tahun 2018, peta wilayah Futasi yang teridentifikasi bernama Kampung Baru sesuai sensus penduduk dari BPS tahun 2010 dan peta identifikasi (sebaran peta HGU tahun 2012 wilayah Sumut) yang menjelaskan klaim wilayah dari Futasi yang bernama Kampung Baru tidak lagi berstatus HGU.


Setelah berteriak-teriak agar DPRD menerima mereka, Wakil Ketua DPRD Ronald D Tampubolon dan beberapa anggota DPRD yang saat itu sedang rapat Badan Anggaran (Banggar) tentang RAPBD TA 2023 di ruang rapat gabungan komisi, keluar ruang rapat dan menemui serta mengajak lima perwakilan massa berbicara di ruang kerja Ketua DPRD.


Usai berbicara dengan perwakilan massa, Ronald bersama anggota DPRD kembali mengikuti rapat, hingga ketika lima dari perwakilan massa meminta agar Ronald dan anggota DPRD yang menerima mereka menyampaikan langsung hasil pertemuan mereka, tidak muncul-muncul.


Akhirnya, pihak Sekretariat DPRD menyampaikan secara tertulis hasil pertemuan dan yang menandatangani yakni Kabag Umum Patricia R Marbun selaku pembuat notulen.


Salah satu perwakilan massa Erwin Panjaitan membacakan hasil pertemuan yang pada pokoknya perwakilan DPRD mengusulkan kepada pimpinan DPRD segera melakukan kordinasi dan pertemuan dengan Forkopimda perihal tuntutan Futasi dan FGS. Selanjutnya, massa meninggalkan gedung DPRD.(BG/PS).







TRENDINGMore