SAMOSIR

Kebun Kopi Samosir Bagaikan di Dalam Surga

Jumat, 25 Oktober 2019, 10:33 WIB
Last Updated 2019-10-25T03:45:07Z
BERITAGAMBAR-SAMOSIR Kebun kopi di Samosir bagaikan berada di dalam surga. Itu kesan yang bisa terlihat di kebun-kebun kopi di puncak Samosir. Di Lumban Siharbangan bahkan hampir seluruh kawasan Ronggur ni Huta yang berketinggian 1.200 meter dari permukaan laut, dikatakan pendamping Lapangan progran Toba Coffee, Bina Ketrampilan Pedesaan (Bitra) Indonesia Apriani Simanjorang, ada potensi kebun seluas 5.000 ha. Potensi itu bisa ditanami kopi kelas premium Arabica. Dibalik dataran tinggi hijau luas itu, selama ini memang sudah jadi ladang kopi dan tersembunyi gembalaan ternak liar masyarakat setempat. Kebun kopi disana menurut wakil kelompok tani kopi setempat Marlen Pandiangan, sedang ditata ulang masyarakatnya. Selama ini kata dia, mereka hanya bertani seadanya dengan pengalaman yabg diturunkan dari pendahulu mereka. "Hasinya belum maksimal, kini kami ingin anak dan turunan kami bisa memanfaatkannya untuk hasil yang jauh lebih bagus dari kami, sehingga kami tidak lagi menjadi orang kampung dan petani yang dirugikan karen ketidak tahuan akan kebun dan pasar kopi ini," tutur Marlen Pandiangan, Rabu (24/10/2019) Upaya itu mereka harapkan bisa dilakukan bersama tim Toba Coffee Bitra Indonesia, seiring meningkatnya permintaan kopi berkelas dan bercitarasa spesial khas dataran tinggi Samosir. Selama di sana, menurut Apriani Simanjorang, perempuan mungil yang cekatan dan didengar petani di lokasi yang didampinginya, selain kurangnya informasi tentang tatakelola kebun kopi yang baik dan benar, akses dan informasi pasar pun sering dimainkan pedagang pengumpul. Sebelum ke puncak Pulau Samosir, Wartawan sempat diajak Apri mampir di kedai kopi Pardosir punyanya Marulam Sinaga. Di sana tampak banyak sekali jenis kopi berbagai jenis dan tipe olahan. Ada satu diantaranya yang jadi favorit pelanggannya. Kopi asli Lumban Sinaga olahannya itu hasil kebunnya bersama sekitar 35 kepala keluarga lain. Kopi hasil kebun Marulam ternyata sudah menjadi permintaan banyak cafe house maupun pedagang kopi Arabika Speciality dari dalam dan luar negeri. Ini jauh berbeda dengan masa-masa masyarakat sana hanya menanam kopi Robusta. Dijelaskan Marulam Sinaga, seiring berkembangnya informasi pasar, dan pulangnya anak negeri yang paham bisnis kopi dari rantau, seperti dirinya, terjadi pergeseran sudut pandang petani kopi. Dengan berbagai dampingan seperti yang sedang dilakukan Toba Coffee Projectnya Bitra, masyarakat tani setempat mulai beralih dan merevitalisasi kebun dan ada yang sampai belajar memproses pasca panen kopinya. Dari luasan lahan potensial kebun kopi di sana. Apalagi dengan metoda pengelolaan lahan kebun Policultur bisa diterapkan untuk di sana, hasil dan perfoma kopi di kebun-kebun yang ada bisa setara bahkan menjadi genre tersendiri semisal kopi Gayo atau Lintong yang ada di dekatnya, apalagi menurut Apriani, indeks mutu kopi disitu bisa sejajar bahkan di atas kopi kelas premium yang ada. Kini masalahnya tinggal di pola kerjasama dan keselarasan pengelolaan masyarakat tani di sana. Seperti kata Marulam Sinaga, "Kalau saja petani di sini kompak dan bersatu dalam hal tatakelola kebun sampai pasca panen, sebuah genre kopi speciality Samosir Highland akan muncul. Kita akan bangga dan menanti orang akan menyebutkan kopi kami dengan sebutan Kopi Samosir, jauh lebih dahsyat dari kopi Parbaba Dolok Sanosir (Pardosir) yang saya kembangkan." "Bisa jadi nanti orang akan tau Kopi Samosir secara umum, bukan hanya keharuman nama kopi sesuai kebun asalnya saja," tambah Marulam Sinaga. Marulam Sinaga maupun Marlen Pandiangan secara umum setuju itu, mereka malah berharap lebih jauh buat menggulirkan bisnis ini bagi generasi muda mereka kelak. Mereka tak bisa membayangkan jika potensi 5.000 hektar ladang kopi dataran tinggi Samosir, dikelola dan dipasarkan dengan baik Potensinya tak bisa dibayangkan, jika satu hektar kebun kopi menghasilkan minimum 1 ton saja setahun, ada 5.000 ton kopi berkualitas tinggi dari Samosir setiap tahun "Anggap saja harga jual rata-rata gabah kopi kering panen Rp 25.000 saja per kg. Akan ada potensi Rp 125.000.000.000 di tingkat petani setiap tahun. Padahal potensi peoduksi kebun kopi bisa berlipat kali itu," harap Marulam Sinaga. Angkanya akan bertambah mengikuti rangkai bisnisnya sampai ke tangan penikmat kopi Speciality seluruh dunia. "Bayangkan, itu baru sebagian dari luasnya dataran tinggi Samosir dengan ketinggian sekitar 1.200 meter. Ini sebuah peluang dan tantangan bagi petani, generasi muda, pemerintah dan masyarakat Samosir umumnya," pungkas Marulam Sinaga. (MBD)

TRENDINGMore